DUNIA PARAREL
Oleh: Pingkan Nonita
Resti celingukan melihat setiap sudut kota. Gadis yang berusia 17 tahun itu kini berada di tengah jalan raya dengan mengarah ke sebuah mall besar, tepatnya Resti berada di sisi alun-alun yang tak jauh dari rumahnya. Ia hanya berdiri mematung, tak biasanya di kota sangat ramai menjadi selengang ini. Tak ada lalu lalang manusia sama sekali. Tak terdengar pula suara manusia yang beraktivitas. Ia tak menjumpai seseorang maupun seekor hewan pun.
Waktu serasa terhenti, namun jam besar di mall menunjukkan pukul 15.00. Kini Resti merasa takut dan asing dengan semua ini. Ia merasa ini seperti kota mati, ia akan mendapatinya hanya dalam mimpi saja. Ini bagai mimpi buruk. Resti mencubit pipinya, mencubit lengannya, tetapi terasa sakit. Barulah ia berpikir bahwa semua itu bukan mimpi, ia ingin menangis tetapi ia lantas teringat orang tuanya.
Akhirnya cepat-cepat Resti pergi ke rumahnya. Dari alun-alun ke rumahnya hanya menempuh waktu 5 menit. Sampailah Resti di rumah yang tidak terlalu besar dan mewah bak gaya rumah Jepang.
Resti memanggil-manggil kedua orang tuanya dan mencari di setiap sudut rumah, namun tak ada orang sekalipun. Ia merasa takut ia tak bisa lagi membendung air mata, seakan semua orang di kota menghilang ditelan bumi. Resti bergegas pergi dari rumahnya. Ia berlari ke danau yang menempuh waktu 10 menit dari rumahnya.
Di tengah jalan ia melihat Tempat Pemakaman Umum. Entah mengapa ia tertarik untuk mengunjunginya. Resti memandangi nisan-nisan orang yang telah meninggal dunia. Ada tetangganya juga yang telah meninggal 10 tahun lalu.
Sampai pada akhirnya Resti melihat makam yang bertuliskan nama ibunya dan berhampiran dengan makam ayahnya. Resti terperangah, ia tak percaya jika orang tuanya telah tutup usia. Baginya waktu terasa begitu singkat.
Resti menangis sekencang-kecangnya. Ia lantas terkenang saat ia menuturkan kepada orang tuanya bahwa ia tak ingin hidup bersama orang tuanya, ia lebih baik hidup di dunia sendiri tidak ada orang sekalipun daripada harus bersama orang tuanya. Resti menjadi anak durhaka sebab ia selalu berpikir bahwa dahulu semasa kecil ditelantarkan oleh kedua orang tuanya yang pergi jauh ke kota, tetapi nyatanya Resti tidak ditelantarkan. Resti tidak pernah menghiraukan penjelasan orang tuanya. Resti hanya sanggup menyesali atas semua ucapannya.
Di tengah tangisnya, ia melihat banyak kunang-kunang. Mereka terlihat sangat cantik. Resti penasaran dengan arah datangnya kunang-kunang itu berasal, sebab ia heran mengapa ada kunang-kunang karena sebelumnya ia tak menjumpai seekor hewan pun. Resti pergi menyusuri arah belakang pemakaman. Sampailah ia di sebuah portal dimensi yang diyakini tempat hewan itu berasal.
Naluri Resti tergerak untuk merasuk ke dalam. Perlahan Resti pun memasukinya. Resti siuman, perlahan ia membuka matanya, menggerakkan jarinya. Pandangannya masih buram. Resti terbangun setelah koma 5 bulan dari sebuah tragedi kecelakaan. Kini ia berada di Rumah Sakit dengan mengenakan alat bantu napas.
Resti mendapati ibunya tertidur pulas duduk di kursi sampingnya dan juga ayahnya yang tertidur di sofa. Resti menatap kedua orang tuanya sambil menitikan air mata, rasa haru, sesal, senang bercampur di hatinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar