FOTO MENDIANG AYAHKU
(Dilla Rezkina Putri)
Kupandangi dan selalu kubawa mimpi. Sebuah foto, gambar seorang pria tua, foto mendiang ayahku. Tiada hari tanpa aku memandangi gambar di foto itu.
Suatu hari, di dalam kelas, ketika jam pelajaran kimia yang diajar Pak Atta, guruku yang terkenal galak dan menakutkan. Saat kegiatan belajar-mengajar dilaksanakan, aku minta izin Pak Atta pergi ke toilet, dan beberapa menit kemudian aku kembali ke kelas.
“Assalamu ‘alaikum,” kataku di depan pintu.
“Wa’alaikum salam, masuk.” kata Pak Atta mempersilahkan aku masuk.
Saat aku duduk di bangkuku, aku teringat foto itu, ya foto mendiang ayahku. Kucari-cari foto itu tapi tak ketemu-ketemu juga. hingga tanpa kusadari, Pak Atta ternyata memperhatikan gerak-gerikku.
“Ada apa Via?” tanya Pak Atta dengan nada lantang dari depan kelas.
“Em...em ... nggak ada apa-apa kok Pak.” jawabku gugup.
Pak Atta melangkah mendekat ke tempatku duduk.
“Bapak perhatikan dari tadi kamu kok tidak tenang, memang ada apa di tempat dudukmu? Duduk yang baik.” kata Pak Atta di dekatku, masih dengan suara lantang.
Aku menjadi semakin gugup, dan terpaku di tempat dudukku. Namun demikian aku masih heran, ke mana gerangan foto itu, padahal seingatku tadi sebelum aku pamit ke toilet, foto itu ada di laci mejaku ini.
Akhirnya jam istirahat pun tiba. Aku kemasi barang-barangku dan kucari lagi foto ayahku.
“Vi! setelah ini, kamu datang di ruang Bapak ya,” seru pak Atta.
Kata-kata Pak Atta ini tak urung memunculkan berbagai pertanyaan di kepalaku. Ada apa gerangan Pak Atta menyuruhku menemuinya. Atau mungkin aku akan kena marah karena tadi tidak begitu memperhatikan penjelasannya. Apalagi Pak Atta itu khan termasuk guru BK di sekolahku. Waduh alamat apes ini.
Aku menjadi nervous, aku merasa bahwa saat itu aku tidak melakukan kesalahan di kelas.
“Jangan sampai tidak datang.” ulang Pak Atta semakin menakutkanku.
Belum sempat ke kantin untuk membeli jajan kesukaanku, aku langsung menuju ke ruangan Pak Atta.
“Assalamu ‘alaikum,”
“Wa’alaikum salam, masuk Vi.” jawab Pak Atta dingin.
Aku duduk di depan Pak Atta sambil menunduk, membatu dan tak berkata-kata. Sedikitpun aku tak berani mengarahkan pandanganku ke Pak Atta.
“Vi, tadi di kelas, Bapak perhatikan kamu sepertinya sibuk mencari-cari sesuatu. Apa sebenarnya yang sedang kau cari?” tanya Pak Atta tegas.
Mati aku. Benar ternyata, Pak Atta tahu kegelisahanku waktu diajar Pak Atta tadi.
“Bilang saja Vi. Apa sebenarnya yang sedang kamu cari?” Pak Atta menegaskan tanyanya, sambil menatap lekat aku. Ketakutanku benar-benar telah memuncak.
“Foto, Pak,” jawabku spontan.
“Foto ini khan yang kamu cari?” Pak Atta menunjukkan foto mendiang ayahku.
Aku melirik foto itu. Benar, itu adalah foto mendiang ayahku. Mungkin tadi Pak Atta menyimpannya ketika aku sedang ke toilet.
“Vi, Bapak tahu kamu ada masalah. Tapi jangan sampai gara-gara masalah itu konsentrasi belajarmu terganggu lo ya. Ingat, sebentar lagi ulangan semester.” nasehat Pak Atta sambil menyerahkan foto itu kepadaku.
“Terima kasih, Pak.” jawabku singkat sambil mendekap foto tua mendiang ayahku itu.
Benar nasehat Pak Atta, aku tidak boleh terlena dengan perasaan rinduku pada mendiang ayahku. Ayahku juga pasti ingin melihat aku meraih sukses.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar