BUKU YANG TERTUKAR
(Sri Wulandari)
Selasa itu aku dan empat temanku pergi ke perpustakaan madrasah untuk meminjam buku. Kami berempat meminjam buku cerita untuk di baca di rumah. Setelah mendapatkan buku pinjaman, kami berempat sepakat membeli makanan ringan di kantin luar madrasah.
“Sri, kamu mau beli apa?’’ tanya Kusuma padaku.
“Apa sajalah, yang penting makanan yang enak dimakan,’’ jawabku.
‘”Semua makanan pasti enak lah,” jawab Kusuma.
“Hahhh....,’’ aku tertawa malu.
“Kita beli cilgor saja, mau nggak?” tanya Fita menimpali.
“Ok,” jawab Sinta pendek.
Akhirnya kami berempat sepakat membeli cilgor. Antrenya cukup lama. Kami harus bersabar. Setelah mendapatkan cilgor, kami bergegas kembali ke kelas. Aku menaruh buku yang aku pinjam di meja Kusuma, begitu juga Fita.
“Kusuma, kalau kamu sudah membaca buku cerita itu, aku pinjam ya,” kataku pada Kusuma.
“Iya...,” jawab Kusuma membuatku senang.
“Fita, kamu tadi pinjam buku cerita ya, judulnya apa?” tanyaku pada Fita.
“Judulnya Buku Harian Misterius,” jawab Fita.
“Kalau kamu Sin?” tanyaku pada Sinta yang duduknya bersebelahan dengan Fita.
“Aku pinjam novel Laskar Pelangi,” jawab Sinta sambil menyeruput teh kotak kesukaannya.
“Kamu ini, Sri. Seperti detektif saja. Semua kamu tanya buku apa yang dipinjam,” timpal Fita.
Aku tidak menanggapi ucapan Fita.
“Tet tet teettt...!” bel masuk berbunyi.
Aku segera membuang plastik bungkus cilgor ke tempat sampah di balik pintu kelas. Bu Kurnia, guru IPA yang akan mengajar di kelas kami sudah mendekat. Aku bergegas masuk kelas dan langsung menyambar buku yang aku pinjam dari perpustakaan tadi, lalu memasukkannya ke dalam tas. Fita juga melakukan hal yang sama.
Setelah bel pulang berbunyi, aku dan empat temanku segera beranjak pulang.
“Sri, kamu mau beli makanan ringan dulu apa tidak?” tanya Kusuma padaku.
“Nggak usahlah, aku mau cepat-cepat pulang dan membaca buku yang aku pinjam tadi,” jawabku sambil melangkah ke tempat parkir sepeda.
“Okelah kalau begitu. Kita langsung cabut saja...” kata Kusuma bersemangat.
Kami berdua mengambil sepeda onthel masing-masing di tempat parkir madrasah.
Di sepanjang perjalanan, kami berbincang dan bercanda ria agar perjalanan kami tak terlalu terasa melelahkan. Kusuma adalah teman satu jalur biarpun tidak satu kampung. Rumah Fita lebih dekat jaraknya dibanding rumahku. Ketika berangkat sekolah, aku selalu mampir ke rumah Fita. Dan ketika pulang sekolah, kadang aku juga mampir dulu di rumah Fita untuk sekedar minum atau istirahat sebentar. Hari itu aku sengaja langsung pulang. Keinginanku untuk membaca buku yang baru saja kupinjam di perpustakaan tadi begitu kuat. Sepeda aku kayuh agak cepat.
Setelah sampai di rumah, aku langsung melepas sepatuku dan ganti baju, lalu makan siang dan shalat Zuhur. Setelah itu aku sempatkan memilih buku mata pelajaran untuk jadwal besok. Ini memang menjadi kebiasaanku agar tidak terlewatkan jika ada PR dari guruku.
Aku berharap besok tidak ada PR agar aku bisa segera membaca buku pinjamanku tadi. Dan ternyata... harapanku bertepuk sebelah tangan. Ternyata ada PR yang begitu sulit bagiku karena untuk mata pelajaran ini pemahamanku memang agak lemah.
“Aduh, bisa gagal nich agendaku menuntaskan buku pinjamanku tadi.” omelku sambil mombolak-balik buku-buku yang ada di meja belajarku. Aku berharap bisa menemukan buku acuan untuk PR-ku.
Hampir setengah jam aku membolak-balik deretan buku yang ada di meja belajarku, tapi tidak juga aku temukan buku yang bisa membantuku untuk bisa mengerjakan PR itu. Aku hampir menyerah. Namun jika tidak aku kerjakan sekarang, kapan lagi. Akhirnya aku kerjakan semampuku. Sebenarnya aku tidak yakin PR itu benar. Namun bagaimana lagi, aku sudah berusaha mengerahkan segala kemampuanku untuk mengerjakannya.
Cukup lama juga waktu yang aku butuhkan untuk bisa menyelesaikan PR itu. Begitu selesai, azan Asar terdengar dikumandangkan dari musholla di sebelah barat rumahku. Aku segera mandi sore, lalu berangkat ke musholla.
Sepulang dari musholla, tidak ingin menunggu lebih lama lagi, aku langsung membuka tasku dan mengambil buku yang aku pinjam tadi.
“Lhohhh, kok Laskar Pelangi sich. Ini khan bukunya Sinta. Waduh, kacau ini. Gagal dong agendaku.” Dengan kesal aku letakkan kembali buku itu di meja. Bukan apa-apa, aku sudah dua kali membaca buku itu. Aku ingin membaca yang lain.
“Oh my god, ini salahku sendiri. Ini adalah akibat asal ambil saja tadi dari mejanya Fita waktu masuk kelas karena terburu-buru. Benar-benar dech.”
Besoknya ketika kami bertemu di sekolah, kami tertawa ngakak akibat kecerobohan kami itu. Hahaha….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar