MEMILIH MASA DEPAN
Oleh: Senna Ardan
Seorang anak bodoh, seorang pemalas, seorang pecundang, seorang beban, ia adalah Rektjess. Seakan tak punya kelebihan, seakan tak punya harapan, dan seakan tak punya masa depan. Ia sempat kalah dan sempat lelah. Ia memandangi dunia yang terus berjalan, berjalan tak sesuai harapannya. Meninggalkannya seorang diri dalam rasa penyesalan dan kekesalan. Ia tenggelam dalam lautan kegagalan. Tak memiliki arah, tak memiliki gairah. Jiwanya ingin pasrah dan ingin menyerah. Hidupnya sangat membosankan bahkan ia sempat bosan untuk tetap hidup. Hingga suatu ketika ia menemukan sebuah jawaban dan alasan, mengapa ia harus tetap hidup.
Ia terbangun dan tersadar bahwa penyesalan yang mengisi harinya serta kekesalan yang mengisi hatinya tak mengubah apapun. Ia sadar jika hidup di dunia memanglah susah. Ia sadar kalau hidup di dunia memanglah melelahkan dan meskipun begitu ia tak boleh berhenti melangkah serta tak boleh menyerah mengakhiri hidupnya. Ia masih memiliki yang ia cinta dan ia cita-citakan. Ia pun memilih untuk mengejarnya.
Di tengah perjalanannya, ia mengalami kegagalan dan ia kembali ke titik nol tetapi itu tak membuatnya menyerah. Ia malah memilih untuk memulainya lagi, lagi, dan lagi. Ia tak pernah lelah untuk memulai. Ia tahu kalau saat itu ia bukanlah siapa-siapa. Ia tahu kalau saat itu ia tak punya apa-apa. Ia tahu kalau saat itu ia tak punya banyak waktu untuk memikirkannya, dan ia juga tahu kalau saat itu yang ia punya hanyalah sebuah hak untuk memilih. Memilih masa depannya sendiri, memilih akan jadi apa ia, dan memilih akan punya apa ia. Ia terus berjuang dan terus berkorban demi apa yang ia cinta dan ia cita-citakan. Namun sayang, di akhir hidupnya ia tak bisa menggapai mimpinya yang setinggi langit dan tetap bersyukur karena ia masih berada di antara bintang-bintang yang cantik nan indah.