TEORI MIE INSTAN
Oleh: Natasa Aulia Salsabila
Satu minggu lagi, sekolah Shila akan melaksanakan Penilaian Akhir Semester (PAS). Shila menghembuskan napas lelah. Padahal, Penilaian Tengah Semester (PTS) terasa baru selesai dilaksanakan, eh, malah sudah PAS saja. Bahkan, kedua orang tuanya sudah mulai menyuruhnya untuk belajar. Selama satu minggu ke depan, Shila tidak diperbolehkan keluar kecuali untuk sekolah.
"Waktunya kembali ke dalam penjara," gumam Shila terlihat sebal.
Tak terasa sudah satu minggu Shila menghabiskan waktu hanya untuk belajar di kamar. Selama itulah, tak henti-hentinya Shila mengomel dan mengeluh. PAS Shila lakukan dengan bersungguh-sungguh. Okta —teman sebangku Shila— terheran-heran dengan Shila, karena Shila tidak menoleh kala PAS dilaksanakan.
Setelah melewati PAS yang sangat terasa lama, akhirnya hari ini adalah waktu pengambilan rapor. Shila kecewa karena dirinya mendapat ranking 3. Padahal ia sudah belajar selama seminggu penuh. Tetapi, ranking 1 belum bisa ia dapatkan. Okta yang melihat Shila tampak gelisah langsung bertanya. Akhirnya Shila curhat pada Okta.
"Kenapa, ya, Ta, setiap aku mau sesuatu, aku harus berjuang dulu?" Tanya Shila dengan wajah lelahnya.
"Karena di dunia ini tak ada yang instan, Shil," Okta menjawab. "Indomie yang katanya instan aja harus direbus dulu baru bisa dimakan. Jadi intinya, kamu harus berjuang dan berusaha dulu. Baru bisa menikmati hasil," lanjut Okta.
"Tapi, kalau hasilnya malah bikin kecewa gimana, Ta? Bukannya malah sia-sia?"
"Jangan-jangan kamu tak ngelibatin Allah di semua masalah kamu?" Tanya Okta dengan memicingkan matanya.
Perlahan, Shila menggeleng pelan.
Okta menghembuskan napas lelah, "Selelah-lelahnya berjuang, sebosan-bosannya berusaha, kamu harus berdoa sama Allah, Shil. Ingat! Allahlah penentu keberhasilan kita."
Shila menunduk. Ia merasa ucapan Okta memang benar. Saking semangatnya ia belajar, ia jadi lupa kepada siapa penentu hasil.
"Terima kasih, ya, Ta, sudah menegurku," Shila tersenyum. "Ngomong-ngomong, selamat atas juara satunya."