PENGALAMAN YANG MELELAHKAN
NAMUN MENGESANKAN
(Rani Destia Wahyuningsih)
“Siap-siap empat orang lagi Dik!” kata salah seorang dega.
“Ayo donk!” kataku pada teman-teman, biarpun aku sendiri tidak tahu meski ngapain.
“Ok. Aku, Rani, Gita, dan Nina.” kata Riva menimpali.
Kami siap-siap lalu bergegas pergi menemui kakak pembina di lapangan. Kulihat Gita terjatuh karena tersandung bifak, dan tiba-tiba “Gubrak!” aku sendiri ikut terjatuh. Parahnya lagi jatuhku di depan Kak Arif, salah seorang pembina Pramuka Matsanewa.
Kak Arif menyuruh kami berwudlu, setelah itu kami berkumpul dan dibagi menjadi dua Regu. Aku bersama Riva dan Gita bersama Nina. Aku dan Nina bertugas membawa air dalam mulut dan tidak boleh ditelan sebelum bertemu Kak Nanda, Sedangkan Riva dan Gita membawa lilin untuk penerangan. Kini aku paham kalau kami harus mengikuti kegiatan “Jelajah Malam”.
Kamipun berangkat, berjalan lurus ke Utara hingga sampai pertigaan dekat rumah Bu Nanik. Kami berhenti lama karena tak tahu arah, hingga kakak kelas yang ada di belakang kami menyusul. Akhirnya kami putuskan untuk belok ke Barat menuju arah makam.
Sesampainya di depan kuburan itu, “grrr” bulu kudukku berdiri semua, namun tetap ku tenangkan hatiku. Kulirik Riva, tidak henti-hentinya mulutnya komat-kamit melafalkan ayat-ayat suci sambil terus berjalan. Sampailah kini kami di depan SMK Pelayaran, lalu belok kanan, terus belok kiri, menuju arah finish di MTsN 4 Trenggalek, dan ternyata... oh ternyata, kami tersesat. Jalur yang kami tempuh salah arah.
“Pantas saja dari tadi nggak ada pos-posnya.” batinku. Apalagi persediaan lilin kami sudah habis dan kerongkonganku mulai kering.
Belum lagi hilang capek kami, setelah muter-muter di Sumber, kini kami harus berjalan lagi di Pos I, II, III, IV, dan V. Di pos-pos itu yang paling berkesan adalah di pos III dan Pos V. Di Pos III, kami dihukum karena lilin kami habis alias mati. Di Pos V kami bertemu dengan orang yang kami cari yaitu Kak Nanda, dan di situlah kami diperbolehkan menelan air dalam mulut kami.
Setelah itu, kami mendapat sedikit nasihat dari Kak Dharma, lalu mengikuti renungan malam. Sebelum mengikutinya, hatiku geli sekali karena melihat anak laki-laki menangis, namun setelah mengikutinya tangisku pecah juga.
Setelah itu kami shalat subuh bersama dan berkumpul di musholla madrasah. Kulihat Zulfa dan Yeni baru saja datang diantar salah seorang pengurus Dega.
“Dari mana Bro?” tanyaku.
“Dari muter-muter,” jawab Zulfa
“Maksudnya?” kataku menegaskan.
“Kami tersesat, malah tadi Zulfa mau naik ke kuburan,” kata Yeni.
“Ha … ha … ha …,” tawaku dan Rita.
“Sinting.” imbuhku.
Setelah itu kami harus mengikuti rangkaian kegiatan pelantikan Penggalang Ramu dan untuk pemantapannya, kami disiran dengan air kembang “brrr...” dingin, apalagi perut kami sudah keroncongan minta diisi. Padahal masih ada beberapa kegiatan yang harus kami ikuti yakni senam pagi dan out bound, lalu bersih-bersih kelas dan terakhir upacara penutupan dan penyerahan sertifikat. Sungguh melelahkan tapi benar-benar mengesankan. Kapan lagi ya...?