Tampilkan postingan dengan label cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cerpen. Tampilkan semua postingan

24/10/23

Exo, Adem Banget

 

EXO...ADEM BANGET...!

Oleh: Alifah Nurul Azizah

 

Prigi, bulan Januari 2018.

Pagi ini setelah berpamitan pada ibuku, aku langsung berjalan santai menuju salah satu kantin di madrasahku untuk menunggu teman-temanku. Suasana di luar madrasah masih lumayan lengang karena kelas VII dan VIII masuk agak siang, sedangkan kelas IX bimbingan pagi untuk persiapan UNBK.

Ternyata teman-teman sekelasku yang perempuan masih belum ada yang datang. Dalam hati aku berharap mereka segera datang, karena jujur saja aku kurang PeDe jika sedang berada di suatu tempat sendirian. Dan harapanku terkabul, Reina muncul dari kejauhan.

”Lama amat sich jalannya” batinku kesal. Entahlah sudah berapa menit dia berjalan dengan santainya seperti model majalah remaja.

“Reina! Cepat dong jalannya!” teriakku pada Riena. Reina hanya tersenyum hambar menanggapi teriakanku.

Tak usah teriak-teriak kenapa sich?! Suaramu tuch kayak speaker, toa banget”

Aku hanya mendengus kesal.

“Gisel mana?” tanya Reina.

“Dari tadi aku di sini dan makhluk yang aku kenal cuma kamu yang datang”.

“Ish...Rani mana sich jam segini belum kelihatan batang hidungnya”  Jam di tanganku menunjukkan pukul tujuh tepat dan madrasahku sudah mulai ramai, tetapi empat sekawan masih belum lengkap jika tak ada Rani.

Baiklah, sedikit aku perkenalkan “Empat Sekawan pada kalian.

Rani seorang anak manusia yang paling ketus, teman sebangkuku dan teman curhatku. Dinda manusia paling cerewet yang pernah aku kenal, berbadan kecil tapi suara menggelegar. Putri bermata sipit ala gadis Korea, jalan seperti seorang putri lagi encok. Dan mereka teman-temanku yang paling istimewa, tapi kita bukan cherybelle lo...

Empat sekawan mulai terbentuk sejak kelas delapan, karena saat kelas tujuh hanya ada trio sukro yang beranggotakan aku, Dinda, dan Putri. Kami juga bukan kids jaman now yang kemana-mana selalu bawa camera, karena bagi kami percuma saja kemana-mana bawa camera agar terlihat sebagai “kids jaman now” yang hits, tapi camera ngerental.

Bel berbunyi, pertanda kelas IX selesai bimbingan. Rani belum juga datang. Aku menaiki tangga dengan gontai.

Faah…” aku menoleh saat mendengar namaku  dipanggil.

Ada apa?” tanyaku sewot.

“PMS Neng?”

“Apaan sich colak-colek, geli tahu!” seruku. “Lagian aku bukan sabun yang bisa dicolak-colek” lanjutku lalu berjalan mendahului Rani.

Baru saja aku mau duduk Rani sudah menarik tanganku.

“Ih, ini anak demen banget main tarik tangan orang”.

Rani  hanya cekikikan, “Fah… piket!”

Aku mendengus lalu berjalan ke belakang kelas mengambil sapu lalu mulai menyapu deretan bangku perempuan.

“Yang lain mana?” tanyaku pada Dinda.

“Firman, Yusuf sama Zidan di depan” jawab Dinda tanpa melihatku. “Samperin gih!” lanjut Dinda.

Aku mengangguk lalu berjalan dengan semangat 45 “Piket woy...!” teriakku.

Mereka berhenti mengobrol, lalu cuek dan melanjutkan aktifitas sebelumnya.

Lah, ini anak kuping eror kali yak!!” ucap Shinta sambil megang kemoceng di tangannya.

“Firman, Yusuf, Zidan masuk kelas sekarang! Ambil sapu atau kena denda sama skor” ucapku keras. Tanpa menunggu jawaban mereka, aku langsung masuk ke dalam untuk melanjutkan piketku yang tertunda.

-Skip-

 

Bagiku dan teman-temanku, jam kosong adalah hal yang paling istimewa dan langka. Namun satu hal yang paling aku benci saat jamkos yaitu keramaian kelasku yang tak terduga, karena dalam sekejap kelasku pasti menjadi pasar. Di kelas ini semuanya lengkap. Kalian mau nyari yang teriak-teriak…banyak. Mau nyari yang nyanyi-nyanyi dengan suara rombengnya...ada. Tukang rumpi...tak terhingga. Kalau si kutu buku hanya satu yakni sikutu buku dari Goa Lawa.

Kelasku berada di lantai atas, jadi kalau kelasku ramai, kelas VIII E pasti terganggu banget. “Diam dong, kasihan tuch kelas bawah sama kelas sebelah” Devi mengingatkan untuk yang kesekian kalinya. Namun perkataan Devi dan anak cewek lainnya hanya dianggap kentut lewat, hilang baunya ya sudah berisik lagi.

Bel berbunyi dua kali, pertanda jam ke-1 dan 2 telah usai.

Kelas hening, karena Pak Ali Kisam masuk memberi tugas Bahasa Arab. “Assalamu’alaikumPak Ali Kisam mengedarkan pandangannya ke seluruh kelas, lalu berucap yang membuat kami senang sampai ke ubun-ubun.

Entah ini keberuntungan atau bukan, selama empat jam kalian selalu dapat jam kosong

Anak-anak teriak tertahan, baru setelah Pak Ali Kisam keluar ruangan, anak-anak teriak ala fans boyband dan girl band Korea.

“Fah, Lay bakal comeback di pertengahan 2018” tiba-tiba Zahra munculin topik tentang boyband favoritku EXO.

Oya... aduuhh senengnya, akhirnya penantian kita tak sia-sia Ra”

Aku bisa dibilang fangirl yang butuh banget paketan data untuk mantengin para member EXO. Entah kenapa kalo dengar suara Kai, Sehun, Baekhyun, Xiumin, Chen, Kyungsoo, Chanyeol beserta teman-temannya bawaannya adem banget, dunia seperti berhenti sejenak lalu kembali berputar saat paketan data tinggal 580 MB. Album-album EXO juga beberapa sudah aku koleksi dan aku taruh dalam almari sejarah. Lighstick punya satu beserta tanda tangan member-member EXO. Tapi satu benda yang paling antik dari kumpulan album serta lighstick group SNSD, BTS, Red Velvet, SuJu, EXO, JBJ dan lainnya yaitu kaos yang bertanda tangan almarhum Jonghyun Shinee, dan di bawahnya bertuliskan huruf kapital semua “SARANGHAJA” yang artinya SEMANGAT.

Walaupun aku tidak terlalu suka dengan member Shinee, tapi lagunya nyentuh banget.

Nanti aku mau lihat EXO di matrix. Sekarang mereka khan lagi tour keliling dunia. Aku tak sabar mendengar bel pulang berbunyi.

Tak lama kemudian,

“Tet...tet…tet…!”

Tanpa pikir panjang aku segera menyalami guruku dan bergegas pulang.

Setelah menempuh perjalanan hampir 30 menit akhirnya aku sampai di teras rumahku. Aku masuk lalu melepas sepatuku dan menaruhnya di rak dekat dapur. Aku mencari remote tv, lalu mencari saluran matrix tv.

Mana sich? Biasanya nomor 13, 45, 55, atau 97” gumamku kesal. Aku memencet tombol remote tv dengan kasar.

“Ini mah salurannya diganti. Pasti ayahku ini. Ayaaahhh...!”

Kasih Sayang di Balik Ketegasan

 

KASIH SAYANG

DI BALIK KETEGASAN

Oleh: Yuni Turwidia Lestari

 

Saya mau menulis cerita tentang seorang siswi yang mulai menyadari betapa beratnya perjuangan seorang ibu. Kesadarannya mulai tumbuh ketika ia mengikuti Diklat Kepemimpinan untuk menjadi Dewan Galang Pramuka di sekolahannya. Ketika ia mulai berpikir bahwa seorang yang hebat tidak akan menjadi hebat tanpa adanya orang terhebat. Dari pemikiran itu ia melihat pelatihnya yang memberi kasih sayang dalam kebebasannya. Beliau ingin anak didiknya menjadi lebih baik dari dirinya, dengan ketegasan, kedisiplinan, solidaritas, dan jiwa korsa. Dan ia berpikir, mungkin selama ini ibunya memberinya kasih sayang seperti itu, namun ia baru menyadarinya. Ingin tahu kelengkapan ceritanya...segera dibaca! Inilah ceritanya.

 

 

Gemericik air mulai jatuh dari awan hitam di langit. Membangunkan gadis manis yang terlelap dengan impian-impian malamnya. Gadis itu terbangun dari alam bawah sadarnya. Gadis yang akrab dipanggil Rayne itu pun segera lompat dari tempat tidurnya dan lari ke kamar mandi, lalu bersiap memakai seragam sekolahnya. Setelah selesai menatap kaca, ketika spontan menoleh ke jam dinding yang menempel di sisi barat dinding kamarnya, Rayne begitu terkejut.

"Hah...baru jam empat" ucap Rayne sambil melongo.

"Mau ngapain aku, baru jam segini juga" keluh Rayne dalam batin.

Rayne kembali membaringkan tubuhnya ke tempat tidur sembari menatap handphonenya. Tak terasa waktu pun berlalu, suara adzan subuh berkumandang menunjukkan pukul 04.30 WIB. Rayne pun mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat subuh berjamaah di mushola.

Penantian Rayne akhirnya berakhir juga, waktu telah menunjukkan pukul 06.00. Rayne pun segera berpamitan dengan ibunya, dan segera berangkat diantar kakak laki-lakinya. Di perjalanan, Rayne merasa sangat bahagia. Maklum karena hari ini adalah hari yang Rayne tunggu-tunggu. Hari ini Rayne akan mengikuti Diklat Kepemimpinan untuk para siswa yang tergabung dalam Dewan Galang di sekolahnya. Rayne sudah membayangkan bagaimana serunya menjalani hari-hari bersama teman-temannya, mendapat pengalaman baru, dan mendapat kehormatan dilatih oleh tentara, di batalion lagi. Wow...! Lamunan Rayne seketika lenyap saat sepeda  berhenti tepat di depan gerbang sekolahnya.

"Rayne!” panggil Syifa, temannya yang juga anggota Dega.

"Eh Syifa, sudah lama datang?” tanya Rayne berbasa-basi.

"Barusan, Rayne! Lihat tuch! Trucknya gede banget" celoteh Syifa sabil menunjuk-nunjuk ke arah mobil truck biru dongker yang kemudian berhenti di depan gerbang madrasah. Truck itu terlihat gagah dan keren.

"Truck itu ya yang akan membawa kita?"

"Ya iyalah...” jawab Syifa mantab.

Waktu pemberangkatan tiba. Ada beberapa siswa yang meneteskan air mata ketika bersalaman dan berpamitan dengan bapak atau ibu yang mengantarnya. Aku jadi membayangkan beginilah kiranya perpisahan dengan orang tercinta ketika para calon tentara berpamitan dengan orang tuanya untuk menjalani pendidikan ketentaraannya. Waduh... benar-benar mengharukan. Truck mulai berjalan pelan meninggalkan gerbang madrasah. Untuk menghilangkan ketegangan, di sepanjang perjalanan kami asyik bercanda sambil bernyanyi bersama.

Tidak sampai dua jam berlalu, akhirnya kami sampai ke tempat tujuan.

“BATALYON INFANTERI 511 BADAK HITAM” aku baca pelan tulisan yang tergantung di pintu gerbang.

"Turun...turun! Cepat! Langsung membuat barisan!" suara keras dan tegas beberapa pemuda berbaju loreng, sepertinya mereka inilah yang akan menjadi pelatih kami.

Kami digiring ke lapangan basket untuk mendapatkan pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu. Setelah itu kami diirit ke barak tempat kami tinggal selama 3 hari ke depan. Sesampainya di barak, hal pertama yang harus kami lakukan adalah merapikan merapikan barang-barang bawaan kami.

Selesai bersih-bersih, merapikan barang bawaan, dan makan siang semua peserta diklat dilatih dan ditempa layaknya seorang prajurit. Begitulah hari-hari yang kai jalani di Batalyon Infanteri 511 Badak Hitam. Malam hari, tepat pukul 23.00 bunyi tembakan terdengar dari samping barak.

Para peserta diklat diberi isyarat untuk keluar dari barak dan lari ke lapangan utama. Kami diperintahkan membuat kelompok. Setiap kelompok terdiri atas tiga orang, yang penting kelompok itu harus ada laki-laki dan perempuannya. Selanjutnya masing-masing kelompok disuruh mencari kodok di area lapangan. Awalnya kami ragu untuk melakukannya namun setelah pelatih menggertak dengan dentuman tembakan ke atas, akhirnya seluruh kelompok langsung melakukan perintah pelatih dengan cekatan.

"Aduh Ris, gimana nich, kita belum dapat kodoknya nich" teriak Rayne pada Risti, teman satu kelompoknya.

"Slow saja. Kalau panik kita malah susah nanti mendapatkannya" Risti berusaha menenangkan Rayne.

"Sini...sini! Aku dapat nich!" teriak Ridho, satu-satunya cowok dalam kelompok Rayne dan Risti. Upaya mereka akhirnya membuahkan hasil tepat ketika pelatih kami menyuruh kami berkumpul. Mereka berkumpul sambil menunjukkan kodok yang telah mereka dapatkan sebagai bukti. Beberapa dari mereka ada yang sampai muntah karena merasa jijik. Setelah itu kodok dilepaskan bersamaan.

Berikutnya kami digiring menuju ke aula untuk mengikuti acara renungan malam. Suasana tengah malam itu benar-benar hening. Tak ada suara berisik sedikitpun. Hanya hembusan nafas kami yang terdengar begitu berat dan hati-hati. Dari awal acara kami sudah merasakan perasaan tak karuan. Di puncak renungan itu tidak ada satupun dari kami yang tidak menangis. Penyesalan dan rasa bersalah terhadap berbagai sikap dan tindakan yang telah kami lakukan sehari-hari, merasa begitu kecil dan tak berdaya di hadapan Tuhan yang Maha Agung. Benar-benar sebuah moment membuat kami tak bisa menahan tangis. Tak bisa kami ceritakan lagi kecamuk perasaan kami di malam renungan itu. Itulah puncak gemblengan kami di Batalyon Infanteri 311 di Blitar.

Tiga hari berlalu sudah. Tibalah saat perpisahan dan kami harus kembali pulang, kembali menjalani rutinitas kami di rumah dan di madrasah. Perasaan gembira campur sedih. Gembira karena kami akan bertemu kembali dengan orang-orang tercinta di rumah, dan teman-teman kami di bangku madrasah. Sedih karena harus berpisah dengan para pelatih kami yang dengan telaten mendampingi kami menjadi pribadi-pribadi yang lebih mengerti tanggung jawab, lebih disiplin, lebih mandiri, dan lebih menghargai waktu. Di balik sikap tegas dan berdisiplin tinggi ternyata para pelatih kami itu ternyata juga suka humor dan penuh welas asih. Sungguh perpisahan yang sangat mengharukan.

Tiga hari di Batalyon Infanteri 311 Badak Hitam benar-benar telah merubah sekian persen pola hidup kami.

“Rayne!”

Suara ibunya menyadarkan Rayne dari lamunan. Rayne menghambur dalam pelukan ibunya yang berdiri termangu di ambang pintu kamarnya.

“Maafkan Rayne Bu. Selama ini Rayne terlalu banyak menuntut dan merepotkan Ibu. Rayne sayang sekali sama Ibu. Mulai saat ini Rayne berjanji akan berusaha melakukan yang terbaik untuk Ibu” Rayne merapatkan pelukannya.

Ibunya tersenyum sambil mengusap rambut Rayne.

Arti Lafal Surat Al Baqarah ayat 254

  SURAT AL BAQARAH AYAT 254   يٰٓاَيُّهَا   wahai فِيْهِ di dalamnya الَّذِيْنَ ...