EXO...ADEM BANGET...!
Oleh: Alifah Nurul Azizah
Prigi, bulan Januari 2018.
Pagi ini setelah berpamitan pada ibuku, aku langsung berjalan santai menuju salah satu kantin di madrasahku untuk menunggu teman-temanku. Suasana di luar madrasah masih lumayan lengang karena kelas VII dan VIII masuk agak siang, sedangkan kelas IX bimbingan pagi untuk persiapan UNBK.
Ternyata teman-teman sekelasku yang perempuan masih belum ada yang datang. Dalam hati aku berharap mereka segera datang, karena jujur saja aku kurang PeDe jika sedang berada di suatu tempat sendirian. Dan harapanku terkabul, Reina muncul dari kejauhan.
”Lama amat sich jalannya” batinku kesal. Entahlah sudah berapa menit dia berjalan dengan santainya seperti model majalah remaja.
“Reina! Cepat dong jalannya!” teriakku pada Riena. Reina hanya tersenyum hambar menanggapi teriakanku.
“Tak usah teriak-teriak kenapa sich?! Suaramu tuch kayak speaker, toa banget”
Aku hanya mendengus kesal.
“Gisel mana?” tanya Reina.
“Dari tadi aku di sini dan makhluk yang aku kenal cuma kamu yang datang”.
“Ish...Rani mana sich jam segini belum kelihatan batang hidungnya” Jam di tanganku menunjukkan pukul tujuh tepat dan madrasahku sudah mulai ramai, tetapi empat sekawan masih belum lengkap jika tak ada Rani.
Baiklah, sedikit aku perkenalkan “Empat Sekawan” pada kalian.
Rani seorang anak manusia yang paling ketus, teman sebangkuku dan teman curhatku. Dinda manusia paling cerewet yang pernah aku kenal, berbadan kecil tapi suara menggelegar. Putri bermata sipit ala gadis Korea, jalan seperti seorang putri lagi encok. Dan mereka teman-temanku yang paling istimewa, tapi kita bukan cherybelle lo...
Empat sekawan mulai terbentuk sejak kelas delapan, karena saat kelas tujuh hanya ada trio sukro yang beranggotakan aku, Dinda, dan Putri. Kami juga bukan kids jaman now yang kemana-mana selalu bawa camera, karena bagi kami percuma saja kemana-mana bawa camera agar terlihat sebagai “kids jaman now” yang hits, tapi camera ngerental.
Bel berbunyi, pertanda kelas IX selesai bimbingan. Rani belum juga datang. Aku menaiki tangga dengan gontai.
“Faah…” aku menoleh saat mendengar namaku dipanggil.
“Ada apa?” tanyaku sewot.
“PMS Neng?”
“Apaan sich colak-colek, geli tahu!” seruku. “Lagian aku bukan sabun yang bisa dicolak-colek” lanjutku lalu berjalan mendahului Rani.
Baru saja aku mau duduk Rani sudah menarik tanganku.
“Ih, ini anak demen banget main tarik tangan orang”.
Rani hanya cekikikan, “Fah… piket!”
Aku mendengus lalu berjalan ke belakang kelas mengambil sapu lalu mulai menyapu deretan bangku perempuan.
“Yang lain mana?” tanyaku pada Dinda.
“Firman, Yusuf sama Zidan di depan” jawab Dinda tanpa melihatku. “Samperin gih!” lanjut Dinda.
Aku mengangguk lalu berjalan dengan semangat 45 “Piket woy...!” teriakku.
Mereka berhenti mengobrol, lalu cuek dan melanjutkan aktifitas sebelumnya.
“Lah, ini anak kuping eror kali yak!!” ucap Shinta sambil megang kemoceng di tangannya.
“Firman, Yusuf, Zidan masuk kelas sekarang! Ambil sapu atau kena denda sama skor” ucapku keras. Tanpa menunggu jawaban mereka, aku langsung masuk ke dalam untuk melanjutkan piketku yang tertunda.
-Skip-
Bagiku dan teman-temanku, jam kosong adalah hal yang paling istimewa dan langka. Namun satu hal yang paling aku benci saat jamkos yaitu keramaian kelasku yang tak terduga, karena dalam sekejap kelasku pasti menjadi pasar. Di kelas ini semuanya lengkap. Kalian mau nyari yang teriak-teriak…banyak. Mau nyari yang nyanyi-nyanyi dengan suara rombengnya...ada. Tukang rumpi...tak terhingga. Kalau si kutu buku hanya satu yakni sikutu buku dari Goa Lawa.
Kelasku berada di lantai atas, jadi kalau kelasku ramai, kelas VIII E pasti terganggu banget. “Diam dong, kasihan tuch kelas bawah sama kelas sebelah” Devi mengingatkan untuk yang kesekian kalinya. Namun perkataan Devi dan anak cewek lainnya hanya dianggap kentut lewat, hilang baunya ya sudah berisik lagi.
Bel berbunyi dua kali, pertanda jam ke-1 dan 2 telah usai.
Kelas hening, karena Pak Ali Kisam masuk memberi tugas Bahasa Arab. “Assalamu’alaikum” Pak Ali Kisam mengedarkan pandangannya ke seluruh kelas, lalu berucap yang membuat kami senang sampai ke ubun-ubun.
“Entah ini keberuntungan atau bukan, selama empat jam kalian selalu dapat jam kosong”
Anak-anak teriak tertahan, baru setelah Pak Ali Kisam keluar ruangan, anak-anak teriak ala fans boyband dan girl band Korea.
“Fah, Lay bakal comeback di pertengahan 2018” tiba-tiba Zahra munculin topik tentang boyband favoritku EXO.
“Oya... aduuhh senengnya, akhirnya penantian kita tak sia-sia Ra”
Aku bisa dibilang fangirl yang butuh banget paketan data untuk mantengin para member EXO. Entah kenapa kalo dengar suara Kai, Sehun, Baekhyun, Xiumin, Chen, Kyungsoo, Chanyeol beserta teman-temannya bawaannya adem banget, dunia seperti berhenti sejenak lalu kembali berputar saat paketan data tinggal 580 MB. Album-album EXO juga beberapa sudah aku koleksi dan aku taruh dalam almari sejarah. Lighstick punya satu beserta tanda tangan member-member EXO. Tapi satu benda yang paling antik dari kumpulan album serta lighstick group SNSD, BTS, Red Velvet, SuJu, EXO, JBJ dan lainnya yaitu kaos yang bertanda tangan almarhum Jonghyun Shinee, dan di bawahnya bertuliskan huruf kapital semua “SARANGHAJA” yang artinya SEMANGAT.
Walaupun aku tidak terlalu suka dengan member Shinee, tapi lagunya nyentuh banget.
Nanti aku mau lihat EXO di matrix. Sekarang mereka khan lagi tour keliling dunia. Aku tak sabar mendengar bel pulang berbunyi.
Tak lama kemudian,
“Tet...tet…tet…!”
Tanpa pikir panjang aku segera menyalami guruku dan bergegas pulang.
Setelah menempuh perjalanan hampir 30 menit akhirnya aku sampai di teras rumahku. Aku masuk lalu melepas sepatuku dan menaruhnya di rak dekat dapur. Aku mencari remote tv, lalu mencari saluran matrix tv.
“Mana sich? Biasanya nomor 13, 45, 55, atau 97” gumamku kesal. Aku memencet tombol remote tv dengan kasar.
“Ini mah salurannya diganti. Pasti ayahku ini. Ayaaahhh...!”