09/08/21

Jujur dalam Muamalah

 

JUJUR DALAM MUAMALAH

 

Jujur dalam Kehidupan

Jujur merupakan sifat yang melekat dalam diri para nabi dan rasul, yaitu sidiq. Jujur berarti mengakui, berkata, atau memberi suatu informasi sesuai kenyataan dan kebenaran, tanpa ditambah atau dikurangi.

Mengapa sifat jujur sangat penting? Karena jujur merupakan pondasi sebuah kepercayaan. Sekali melakukan kejujuran maka orang akan percaya kepada kita, sebaliknya jika kita melakukan kecurangan maka sangat sulit bagi kita mendapatkan kepercayaan dari orang lain.

Perintah berlaku jujur sudah ditegaskan dalam QS al Ahzab ayat 70:

يٰآاَيُّهَاالَّذِيْنَ اٰمَنُوالتَّقُواللهَ وَقُوْلُوْاقَوْلاًسَدِيْدًا

 “Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar”.

Pada kesempatan ini kita akan mempelajari isi kandungan QS al Muthaffifin ayat 1-17 dan QS al An’am ayat 152 tentang akhlak/etika dalam bermuamalah.

 

Q.S al Muthaffifin (83) ayat 1 – 17:

وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِيْنَ (١)

الَّذِيْنَ اِذَااكْتَالُوْا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُوْنَ (٢)

وَاِذَاكَالُوْهُمْ اَوْوَّزَنُوْهُمْ يُخْسِرُوْنَ (٣)

اَلاَيَظَنُّ اُولٰٓئِكَ اَنَّهُمْ مَّبْعُوْثُوْنَ (٤)

لِيَوْمٍ عَظِيْمٍ (٥)

يَّوْمَ يَقُوْمُ النَّاسُ لِرَبِّ اْلعٰلَمِيْنَ (٦)

كَلاَّ اِنَّ كِتٰبَ الْفُجَّارِلَفِى سِجِّيْنٍ (٧)

وَمَآاَدْرٰكَ مَاسِجِّيْنٌ (٨)

كِتٰبٌ مَّرقُوْمٌ (٩)

وَيْلٌ يَّوْمَئِذٍ لِّلْمُكَذِّبِيْنَ (١٠)

الَّذيْنَ يُكَذِّبُوْنَ بِيَوْمِ الدِّيْنِ (١١)

وَمَايُكَذِّبُ بِهِٓ اِلاَّ كُلُّ مُعْتَدٍاَثِيْمٍ (١٢)

اِذَا تُتْلٰى عَلَيْهِ اٰيٰتُنَا قَالَ اَسَاطِيْرُ الْاَوَّلِيْنَ (١٣)

كَلَّا بَلْ سكته رَانَ عَلٰى قُلُوْبِهِمِ مَّاكَانُوْا يَكْسِبُوْنَ (١٤)

كَلَّا اِنَّهُمْ عَنْ رَّبِّهِمِ يَوْمَئِذٍ لَّمَحْجُبُوْنَ (١٥)

ثُمَّ اِنَّهُمْ لَصَالُواالْجَحِيْمِ (١٦)

ثُمَّ يُقَالُ هٰذَاالَّذِيْ كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُوْنَ (١٧)

Artinya:

1.      Celakalah bagi orang-orang yang curang.

2.      (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dicukupkan.

3.      Dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi.

4.      Tidakkah mereka itu mengira bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan.

5.      Pada suatu hari yang besar.

6.      (yaitu) pada hari (ketika) semua manusia bangkit untuk (menghadap) Tuhan seluruh alam.

7.      Sekali-kali janganlah begitu! Sesungguhnya catatan orang yang durhaka benar-benar tersimpan dalam Sijjin.

8.      Dan tahukah kamu apakah Sijjin itu?

9.      (yaitu) kitab yang berisi catatan (amal).

10.  Celakalah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.

11.  (yaitu) orang-orang yang mendustakan terhadap hari pembalasan.

12.  Dan tidak ada yang mendustakannya (hari pembalasan) kecuali setiap orang yang melampaui batas dan berdosa.

13.  (yang) apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berkata: “Itu adalah cerita orang-orang dahulu

14.  Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.

15.  Sekali-kali tidak! Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhannya.

16.  Kemudian sesungguhnya mereka benar-benar masuk (neraka) Jahim.

17.  Kemudian diatakan (kepada mereka) “Inilah (azab yang dahulu) kamu dustakan”.

 

Muqaddimah:

QS al Muthaffifin termasuk golongan surat Makiyyah. Ayatnya berjumlah 36 dan diturunkan sesudah QS al Ankabut. Isinya menjelaskan tentang ancaman Allah terhadap orang-orang yang yang suka mengurangi hak orang lain dalam menakar dan menimbang. Ada dua catatan amal yang berbeda, amal yang buruk dicatat dalam sijjiin sedangkan amal yang baik dicatat dalam ‘illiyyiin.

 

Isi kandungan ayat:

Ayat 1-6:

Allah memulai surat dengan ancaman bagi orang-orang yang curang dengan takaran/timbangan dengan kalimat “wail” yang artinya “celakalah”. Ini mengisyaratkan bahwa mereka akan mendapatkan azab yang pedih. Orang-orang itu adalah orang-orang yang minta ditambah ketika menerima takaran/timbangan, tetapi jika menakar/menimbang mereka mengurangi. Mereka adalah orang-orang yang curang dalam jual beli, tidak beriman kepada hari Kiamat, hari kebangkitan, hari yang sangat dahsyat, hari pertanggungjawaban atas apa yang diperbuat di dunia.

Ayat 7-13:

Allah menjelaskan bahwa catatan perbuatan manusia disimpan dalam “Sijjin” yaitu kumpulan buku para syetan dan orang-orang kafir. Yaitu orang-orang yang mendustakan para rasul dan risalahnya. Sifat-sifat mereka ada 3, yaitu: 1) Mu’tad (melampaui batas dan melanggar hukum-hukum Allah); 2) Atsim (bergelimang dosa dengan mengonsumsi barang haram, bicara bohong, menghianati amanah, dsb; 3) Jika dibacakan ayat-ayat Allah (Al Qur’an) mereka mengatakan bahwa itu hanyalah dongeng orang-orang terdahulu, bukan wahyu Allah.

Ayat 14-17:

Penegasan Allah tentang penyebab perbuatan orang-orang yang suka mengejek/mendustakan Al Qur’an, yakni karena banyaknya dosa yang telah menutupi hati mereka sehingga mereka tidak mau menerima kebenaran dan kebaikan. Oleh sebab itu mereka jauh dari rahmat Allah sehingga kelak akan dilemparkan ke neraka Jahim, dan dikatakan kepada mereka: “Inilah azab yang dulu selalu engkau dustakan”.

 

Q.S al An’am (6) ayat 152:

وَلَا تَقْرَبُوْامَالَ اْليَتِيْمِ اِلَّا بِالَّتِى هِيَ اَحْسَنُ حَتّٰى يَبْلُغَ اَشُدَّهُ وَاَوْفُوْا الْكَيْلَ وَالْمِيْزَانَ بِالْقِسْطِ لَانُكَلِّفُوْا نَفْسًااِلَّا وُسْعَهَا وَاِذَاقُلْتُمْ فَاعْدِلُوْا وَلَوْ كَانَ ذَا قُربٰى  وَبِعَهْدِ اللهِ اَوْفُوْا  ذٰلِكُمْ وَصّٰكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ (١٥٢)

Artinya:

“Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang baik (bermanfaat), sampai mereka mencapai (usia) dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya. Apabila kamu berbicara, bicaralah sejujurnya, sekalipun dia kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu ingat”.

 

Isi kandungan ayat:

1.        Ayat tersebut diawali dengan larangan mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang baik dan bermanfaat yakni jika menguntungkan mereka, seperti menginfestasikannya agar berkembang, atau menjaganya dan membayarkan zakatnya hingga mereka (anak yatim tersebut) mencapai usia dewasa dan mampu mengelola hartanya sendiri.

2.     Ayat ini juga memerintahkan kepada kita untuk menyempurnakan takaran/timbangan secara adil, tidak boleh merekayasa. Jika sulit memenuhinya maka hendaklah dibuat kesepakatan antara penjual dan pembeli berupa kerelaan agar jangan merugikan antara keduanya.

3.      Selanjutnya, Allah juga memerintahkan untuk bicara jujur, sebab kejujuran dan keadilan merupakan inti terhadap persoalan hukum. Kejujuran dan keadilan harus tetap ditegakkan biarpun terhadap kerabat sendiri. Jangan sampai kejujuran dan keadilan terpengaruh oleh kasih sayang terhadap keluarga, agar tercipta masyarakat yang damai, tenang, dan tenteram.

4.    Ayat ini diakhiri dengan perintah untuk memenuhi janji Allah, yaitu mematuhi ketentuan yang digariskan oleh Allah, baik dalam ibadah maupun muamalah, yakni hendaknya kita melakukan apa yang diperintahkan Allah dan menghindari apa yang dilarangNya, dan kita juga harus saling mengingatkan. Memenuhi janji ini akan mendatangkan kebaikan bagi manusia itu sendiri.

 

Beberapa istilah yang perlu diketahui:

Al Muthafffin  : orang-orang yang curang dalam menimbang dan menakar.

Sijjiin               : buku catatan amal buruk manusia dan para syetan.

‘illiyyiin           : buku catatan amal baik manusia yang disaksikan para malaikat.

Mu'tad              : melampaui batas dan suka melanggar hukum-hukum Allah.

Atsim                : bergelimang dosa dengan mengonsumsi barang haram, bicara bohong, dll.

Adil                   : suatu sikap yang terbebas dari diskriminasi dan ketidakjujuran.

 

 

 

 

 

 

Arti Lafal Surat Al Baqarah ayat 254

  SURAT AL BAQARAH AYAT 254   يٰٓاَيُّهَا   wahai فِيْهِ di dalamnya الَّذِيْنَ ...